Aku menyukaimu sejak dulu dan kau tak pernah tahu itu :') .
Sempat aku tak menggubris perasaan lama itu, dan sekarang aku tak bisa bohong dan menghindar dari kenyataan bahwa aku benar mencintai bahkan menyayangimu :) .
Segala yang kulakukan kepadamu tulus, karena aku menyayangimu :) .
Aku menganggapmu lebih dari sekedar adik seperti katamu, kamu adalah temanku yang sekarang aku menaruh rasa padamu, rasa cinta :) .
Andai kamu tahu, perasaan ini tulus dan aku tak pernah memberikan hatiku setengah-setengah kepada orang yang benar-benar aku sayang :) .
Banyak diantara mereka yang berusaha mendekatiku, namun hati tetap memilihmu meskipun ku tahu kau tak pernah peka dan tak tahu tentang rasaku padamu :') .
Disini, pada blog ini, aku menyatakan bahwa aku mencintaimu :) .
Aku ♥ Kamu .
Kuharap ini bagian dari bahagiaku :') .
Menulis hobiku :) . Ketika kata-kata tak mampu mewakili perasaan, tulisanlah yang mampu mendeskripsikannya :) .
Cinta yang tulus selalu mempunyai alasan untuk mempertahankan.
Meski sedang diuji dalam cobaan yang mungkin bisa memisahkan.
Kamis, 05 September 2013
Sabtu, 24 Agustus 2013
Kau Tak Pernah Tahu
Kau Tak Pernah Tahu
Ketika
ku telah melangkah jauh, pengabaianmu cukup membuat semua usahaku tak berarti…
Aku tak bisa menggapai
bintang yang selama ini menerangi hatiku.
Aku
belum beranjak dari tempat tidurku. Rasa malas menyelimutiku pagi ini. Tak ada
sedikit semangatpun. Tatkala itu aku pun jua belum beranjak dalam rasa kecewa
dan pupus. Aku diabaikan…
Sembari
berguling di tempat tidur aku membuka pesan masuk di handphoneku. Ku baca pesan
singkat darimu yang kau kirim beberapa hari yang lalu, ada biasa ada juga yang
manis hingga membuatku tersenyum sendiri. Aku suka ucapan selamat malam,
selamat berbuka, selamat sholat, yang semua itu darimu, aku suka saat kamu
mengajakku pergi bareng ke kampus lewat pesan singkat itu. Aku tersenyum kecil
membaca semua itu, dan sesekali tertawa ketika membaca candaan kita via pesan
elektronik itu. Semua itu berlalu begitu saja, terasa singkat.
Ada hal yang harus kamu ketahui. Aku
menyimpan perasaan kepadamu. Mungkin kamu akan mengira rasaku ini baru hadir
disaat kebersamaan kita sekitar 2 bulan belakangan ini. Iya, itu memang benar,
benar aku mencintaimu ketika kita mulai dekat. Namun aku mulai meyukaimu saat
pertama kita bertemu. Aku tidak tahu apakah kamu juga merasakan hal yang sama
sepertiku. Namun logika berkata bahwa tak sedikitpun kamu menyimpan rasa yang
sama sepertiku. Semua pesan singkat manismu itu hanyalah sebatas teman, tak ada
yang spesial, hanya aku yang ge er, iya kan? :’) .
Dulu saat aku mulai menyukaimu aku
berhasil membatasi perasaanku, aku tak mau rasa sukaku menjadi cinta. Ada hal
yang memberatkan hatiku untuk mencintaimu, mungkin kau juga seperti itu. Lalu
aku bertemu seseorang yang lain yang berhasil memikat dan memiliki hatiku, dan
aku sangat menyayanginya. Ketika itu aku berhasil untuk tidak mengembangkan
perasaanku padamu. Rasa suka itu memang masih ada, namun hanya sebatas teman
ataupun adik, tidak lebih. Beberapa bulan setelah itupun aku kembali sendiri,
orang yang kucinta dan kusayangi setulus hati dengan mudah melepaskanku. Aku
sakit, sangat sakit. Lalu beberapa bulan jua dari itu rasa yang pernah ada kini
kembali disaat kebersamaan kita. Aku mulai sedikit banyak mengenalmu. Aku suka
padamu, caramu, lakumu, juga kerajinanmu. Dimulai dari mengerjakan tugas
bersama hingga sholat bersama, semuanya bersama. Aku suka saat bersamamu.
Sekarang semua berbeda, aku tak
menangkap pancaran cinta darimu. Mungkin benar cintaku hanya sepihak. Padahal
telah banyak harapku untuk bisa memilikimu dan cintamu. Disaat kenyataan
berbicara aku hanya bisa diam dan tersenyum, hanya kekecewaan dan pupus yang
bisa dideskripsikan untuk yang kurasa saat ini. Segala pesan singkatmu itu
ternyata biasa saja, tak ada yang spesial. Namun mengapa aku selalu menganggap
semua itu sangat istimewa. Ah! Aku terlalu berangan-angan. Tak ada tanda
sedikitpun darimu. Jikapun ada, pasti itu hanya sesaat, lalu kamu kembali
terlihat biasa tanpa ada apa-apa. Sakit saat aku harus memendam cinta sepihak.
Ada saatnya aku berada pada puncak
keletihanku. Saat itu mungkin aku telah berhenti berharap, mengharapkan cintamu
yang mungkin tak akan pernah aku miliki. Apa bisa ini disebut sebuah kesalahan?
Salah ketika aku mulai membiarkan perasaan ini berkembang hingga akhirnya tepat
aku benar-benar mencintaimu dan tak ingin kehilangan senyum juga dirimu. Saat
itu mungkin sekarang. Ketika ku telah melangkah jauh, pengabaianmu cukup
membuat semua usahaku tak berarti. Aku tak bisa menggapai bintang yang selama
ini menerangi hatiku.
Aku
kan berhenti mengharapkanmu, memberhentikan langkahku ketika letih yang kurasa
dalam bertahan sendirian menyimpan cinta sepihak. Kau tak pernah tahu itu.
Jumat, 16 Agustus 2013
Pupus
Pupus Cita Cintaku Padamu
Selasa, 13 Agustus 2013
Ini
adalah kesekian kalinya aku menulis, menulis tentangmu. Dalam kesendirian tak
hentinya bayangmu datang memenuhi pikiran. Semua ini tentangmu, dari awal hingga
sekarang, mungkin sampai puncak keletihanku.
Tanpa aku terlalu mencari tahu segala
tentangmu, aku kan tahu dengan sendirinya. Padahal aku telah menghentikan
langkah ini yang terus memperjuangkan cinta. Namun, suatu kabar yang
menghentikan tekad itu. Aku tak tahu haruskah aku bahagia atau turut bersedih.
Namun tak bisa ku pungkiri, karena berita itulah aku membelokkan niatku,
kembali aku menaruh harap padamu.
Kedekatan kita selama ini sangatlah
berarti bagiku, entah bagaimana denganmu. Aku sangat bahagia ketika bersamamu,
dekat denganmu. Terlebih sekarang aku tak merasa berdosa lagi menyimpan
perasaan terhadapmu. Harapku, aku bisa memilikimu, memiliki hatimu, sepenuhnya.
Setiap malam sebelum tidurku, aku selalu memikirkanmu, mengingat ukiran senyum
diwajahmu, tawamu yang ceria yang sangat aku suka. Di akhir solatku, aku pun
terus mendoakanmu, walau sempat terhenti ketika aku berfikir aku terlalu
bermimpi mendapatkanmu. Namun sekarang aku berusaha menggapai mimpiku itu
kembali, berpacu dalam harap, harap terwujudkan menjadi nyata.
Kau tidak tahu betapa bahagianya aku
ketika berada didekatmu. Dan ku lihat kau pun sama, kamu sepertinya memberiku
harapan. Selama kesempatan itu ada, aku selalu berusaha menyelusup kedalam
hatimu, inginku isi hatimu dengan segala tentangku. Namun, harus ku ulangi lagi
“kamu sepertinya memberiku harapan” ya, tepatnya harapan palsu! Apa kau sengaja
membuat perasaanku menjadi labil? Kau buatku bahagia sangat bahagia, lalu kau
buatku terjatuh dengan sikap dingin dan biasamu itu. Aku tidak mengerti apa
yang kamu pikir dan rasakan. Kau memberiku harapan, namun kau menghancurkan
harapan itu dengan sikapmu jua. Aku tidak mengerti jalan pikiranmu. Apa maksud
perlakuanmu selama ini? Apa kita hanya sebatas adik-kakak saja? Iya?
Tak perlu kau beriku perhatian lebih seperti
yang telah kamu beri kepadaku. Ini tidak tepat disebut hanya sebatas
adik-kakak. Terasa special dan berbeda. Aku sempat berpikir bahwa kamu sengaja
melakukan ini, memberiku harapan palsu. Kenapa sengaja? Apa aku pernah berbuat
salah padamu? Aku tidak tahu dan tidak mengerti jalan pikiranmu. Kau terbangkan
lalu kau jatuhkan kembali. Ya, terus seperti itu. Kau tak tahu betapa sakitnya
aku, kau buatku menjadi labil akan perasaan ini.
Kamu yang kukenal adalah lelaki yang
baik, sangat baik. Aku tak mau kehilanganmu, aku ingin memilikimu. Diantara
harapan yang ku pikir harapan palsu, terbesit dipikiranku kata-kata yang
sedikit, namun cukup membuat sakit. Mungkinkah ini yang membuatmu seakan
memberiku harapan palsu? Kau tidak mau melakukan apa yang pernah kau lakukan
dulu, kau tidak mau menanggung resikonya. Kau tak mau menjalin cinta dengan
orang terdekat yang selalu bersama dan selalu bertemu setiap hari. Kau tak mau
ketika cinta itu pudar kan ada perasaan tidak enak didalamnya.
Cukup sulit untuk ku mengerti, aku
kecewa dan aku pupus. Adalah yang ku takutkan, bahwa kebahagiaan ini hanya
bersifat sementara, dan tak pantas aku terlalu berbahagia. Kau pasti
bertanya-tanya kenapa raut wajahku tiba-tiba suka berubah saat bersamamu. Itu
karena aku pupus, harapanku patah ketika tahu kau tak akan bisa mencintaiku.
Walau ku tahu kau tak bilang seperti itu, tepatnya maksud dari ucapanmu seperti
itu. Cukupkah adik-kakak bagimu? Tapi tidak bagiku. Ku ingin kebersamaan kita
selama ini kan mengukir cerita cinta pada akhirnya dan selalu dalam kebahagiaan
dalam kesederhanaan dan apa adanya.
Cerita tentangmu takkan pernah
habisnya. Kau selalu mengukir cerita baru dalam hari-hariku. Entah itu bahagia,
sedih, galau ataupun kecewa. Kini aku kan mencoba mengerti dan mengehentikan
harapku untuk memiliki hatimu sepenuhnya. Biarlah kau anggap aku sebagai
saudaramu, semoga hal itu takkan membuat kita terpisah. Aku kan membuka hati
untuk cinta yang lain. Terima kasih atas segala cerita, kenangan, senyum, dan
tawa selama ini. Ku harap takkan berhenti sampai disini walau kita tak bisa
bersama. Perih ketika ku pikir segalanya takkan menjadi apa yang kuharap, sakit
saat harus menerima bahwa kamu tak bisa mencintaiku dikala kesempatan itu ada.
Dan, terima kasih telah bisa membuatku move on dari masa lalu
:’) . Semoga tidak sementara.
Selasa, 13 Agustus 2013
Untuk Nenek :')
Untukmu yang Telah Pergi
Dingin suasana malam dikota
kelahiranku. Malam ini adalah malam terakhir tarawih di bulan ramadhan tahun
ini. Jalanan dipenuhi para muslim yang habis selesai menunaikan tarawih. Tak
hanya itu, jalan raya pun diramaikan oleh berbagai kendaraan, rata-rata
diantara mereka bertujuan mudik ke daerah masing-masing. Ketika mendengar
ataupun mengucapkan kata mudik, seketika hati ini terasa tercabik, sakit dan
sesak ketika melihat orang-orang yang berencana lebaran bersama keluarga besar
mereka di kota, daerah, ataupun kampung halaman masing-masing. Sedang aku
disini, di kota kelahiranku tak terlalu banyak keluarga. Hanya saja aku
bersyukur memiliki banyak teman yang selama ini banyak menemaniku dan mengisi
hariku hingga aku bisa merasakan keceriaan dan kebahagiaan.
Menelusuri jalan menuju pulang dimalam
yang penuh kehangatan, hangat ketika bersama-sama pulang habis menunaikan
tarawih. Seketika mataku berkaca-kaca sendiri. Terlintas di otakku hingga membuat
fikiran ini membuka memori lama setahun lalu yang meninggalkan kesedihan sangat
mendalam. Aku teringat nenek, ibunda mamaku. Hari ini hari dimana 2 hari
sebelum hari raya idul fitri, tepat setahun lalu aku dan keluarga ditinggal
pergi nenek untuk selamanya. Aku tidak tahu tepat apa yang kurasakan, semua
bercampur menjadi satu, sedih, menyesal, gundah, rindu, sesak, semuanya kurasa.
Biasanya nenek selalu menyuruh kami sekeluarga untuk mudik, berlebaran
bersamanya. Ketika nenek masih ada, kami jarang untuk mengabulkan
permintaannya. Aku sekeluarga sibuk dengan urusan masing-masing disini, dikota
ini. Seolah tak ada waktu yang tepat untuk menjenguk nenek disana. Wajar
jikalau nenek sering kecewa. Dan sekarang, ketika semua telah terjadi atas
suratan-Nya, semua tinggal sesal dan kesedihan yang sangat amat mendalam.
Aku telah sampai dirumah, kulepas dan
kugantungkan mukenaku. Aku duduk diatas kasur, dalam kesedihan kukenang seorang
yang sangat kusayangi itu, nenek. Setahun yang lalu, tepat tanggal 28 Ramadhan
1433H (Jumat, 17 Agustus 2012), aku dengan berat hati meninggalkan acara
upacara besar hari kemerdekaan RI. Aku memang sudah lulus dari sekolah, tapi
aku sangat ingin melihat junior-juniorku mengibarkan sang merah putih, melihat
pasukan 8 dimana dulu aku yang berada dalam salah satu posisinya. Semuanya ku
urungkan, aku lebih memilih mudik menjenguk nenekku yang sedang sakit, yang
sedang merindu dan menanti kedatangan 2 orang cucu yang ia sayangi yang telah
lama tak bertemu, aku dan kakakku. Sepanjang perjalanan perasaanku berkecamuk,
aku juga sangat sedih tidak bisa menghadiri sebagai tamu pada upacara hari
kemerdekaan. Di balik kesedihanku aku berfikir keputusan ini tepat, nenek
sangat lebih membutuhkan kehadiranku.
Sesampainya dirumah nenek, aku melihat nenek
terbaring lemah diatas kasurnya. Tak tahan aku melihatnya, air matapun jatuh
tak kusadari membasahi pipi. Segera aku menuju nenek, duduk didekat dimana ia
berbaring. Nenek sudah tak bisa bicara lagi, mulutnya pun sulit untuk ditutup.
Melihat itu ada perasaan tidak enak dalam batinku. Apakah hari ini adalah…….
Segera kutepis pemikiran tololku, aku tak boleh melanjutkannya, siapa tahu saja
nenek bisa sembuh. Ketika Allah berkehendak semuanya bisa saja terjadi, yang
tak mungkin bisa menjadi mungkin.
Aku menangis tersedu tak bersuara, aku
tak bisa berkata-kata terlebih saat nenek berusaha berbicara memanggil namaku.
Nenek sangat fokus melihatku yang tengah menangis dihadapan dimana ia
berbaring. Seketika suasana rumah nenek menjadi haru dan sedih, tak sedikit
yang menangis. Mama pun bilang pukul 9 pagi sebelum kedatangan kami nenek masih
bisa bicara. Ini menambah keganjilan dalam fikiranku. Tidak-tidak, aku tidak
boleh berfikiran buruk. Tiba-tiba nenek meraih tanganku, dan menggenggam erat.
Ketika itu aku semakin terisak, apalagi saat itu kulihat tatapan mata nenek
yang sendu dan sangat dalam menatapku. Aku yakin didalam hatinya nenek sedang
mengatakan sesuatu namun tak bisa mengungkapkannya karena tak bisa bicara lagi.
Lama sekali nenek memandangku dan menggenggam erat tanganku. Tak kulepaskan
genggaman tangan nenek, walaupun aku harus merelakan kakiku kesemutan. Sambil
menonton upacara kemerdekaan di istana merdeka di TV, aku kembali menangis,
menangis sedih karena nenek, juga karena upacara kemerdekaan itu. Kulihat
nenek, ia masih saja memandangiku. Mungkin ia sangat merindukanku juga kakakku.
Telah sangat lama kami tak bertemu. Ketika bertemu, nenek dalam keadaan sakit
seperti sekarang. Tak lama kemudian nenek terlelap tidur, kulepaskan perlahan
tanganku, kuhapus sisa-sisa air mata lalu aku pun berbaring disebelah nenek.
Terlintas difikiranku teringat akan rencana yang telah kupersiapkan dari kota.
Aku akan menghatamkan bacaan Al-Qur’anku dihadapan nenek setelah melewati
setengah dari juz 30. Ya, saat itu bacaanku telah sampai lebih dari setengah
juz 29.
Pada siang hari kami semua berkumpul
diruang depan bersama nenek yang terbaring dengan tenang. Aku dan
sepupu-sepupuku menonton dan tetap didekat nenek. Sedangkan mama, papa, dan
keluarga yang lain duduk didekat nenek seraya melihat keadaan nenek. Saat itu
pukul 2 sore, nenek seperti mengeluarkan busa dari mulutnya, semua panik namun
dikira itu adalah sesuatu yang mengganjal tenggorokkan nenek sejak tadi pagi.
Namun nenek tetap saja tenang dalam tidurnya. Nenek juga terlihat sangat
berkeringat, mama dengan penuh kasih mengelap keringat di wajah dan tubuh
nenek. Sekitar pukul setengah 4 sore, saat adzan ashar berkumandang seisi rumah
kembali panik ketika nenek bertingkah tak biasanya. Nenek mulai bergerak dari
tidurnya, namun nenek bukan bangun namun nenek tidur kembali dan tidur untuk
selama-lamanya. Aku sontak berucap lirih “neneeeek!” ku dekati nenek dan saat
itu wajahnya menguning lalu perlahan memucat. Nenek telah pergi, ia pergi
meninggalkan kami semua. Aku terduduk lemas, memandangi tubuh nenek yang mulai
dikelilingi banyak orang. Pandanganku kosong dan hampa seraya air mata jatuh
dengan deras, seperti saat aku menulis saat ini. Apa yang kurencakan pupus, apa
yang kami sekeluarga rencanakan juga pupus bersamaan kepergian nenek.
Malam lebaran, aku telah sampai pada
juz 30, sebentar lagi aku akan hatam Al-Qur’an untuk pertama kalinya. Saat ku
baca dan kulantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an saat itu pulalah aku menangis
teringat nenek. Harusnya sekarang aku mengaji dihadapan nenek, namun takdir
berkata lain. Sehabis mengaji aku berbaring dikamar bersama 2 orang sepupuku.
Ku dengar diluar sana suara bersahut-sahutan menggemakan takbir dimalam
lebaran. Itu menambahkan kesedihanku dan aku kembali menangis dalam diam.
Melihat keadaanku seperti itu kedua orang sepupuku yang juga cucu nenekku ikut
sedih dan menangis. Terlintas difikiranku, harusnya saat ini kurasakan suasana
hangat keluarga dimalam lebaran dan sama-sama mengucap syukur dan berbahagia
atas kelulusanku disalah satu perguruan tinggi negeri dikotaku. Kembali lagi,
takdir berkata lain. Mungkin disana, di surga sana nenek tengah tersenyum
bahagia atas kelulusanku yang tak sempat kubagi kebahagiaannya bersama nenek.
Saat itu aku telah menginjak usia dewasa dan akan menginjak bangku perkuliahan.
Aku harus membuat nenek terus bangga disana. Dan disaat subuh pada hari
lebaran, akhirnya aku menghatamkan bacaan Al-Qur’anku. Aku bahagia juga
bersedih dan kembali aku menangis dalam diam seraya memeluk erat Al-Qur’anku
dimana aku masih mengenakan mukena, mukena yang sering dipakai nenek ketika
solat dan duduk diatas sajadah.
Kini telah setahun terlewati, tak
terasa aku meneteskan air mata lagi ketika mengingat semua itu. Ramadhan tahun
ini memang banyak diberi Allah kebahagiaan, namun bukan berarti melupakan nenek
yang sekarang pasti tengah berbahagia di surga sana. Aku merindukanmu, nek,
sangat merindukanmu. Aku selalu teringat ketika nenek menggenggam erat
tanganku, namun sayang aku tidak tahu apa yang mau nenek sampaikan saat itu.
Sekarang nenek pasti sudah tahu dan melihatku kalau sekarang aku telah
berjilbab sejak hari pertama kuliah hingga sekarang. Semoga ini seumur hidup
aku mengenakan jilbab, kuharap nenek senang dengan perubahanku yang sekarang
telah memakai jilbab, telah menutup auratku. Tulisan ini untukmu, nenek,
mewakili rasa sedih dan rinduku. Andai saja nenek masih ada, kan ku peluk nenek
dengan erat, kan ku pamerkan pada nenek bahwa cucumu ini telah berjilbab
sekarang dan takkan pernah ku kecewakan nenek :’)
Nenek, semoga engkau bahagia disurga
sana, sangat bahagia :’) . disini kami merindumu…
Sabtu, 03 Agustus 2013
Semua Karena Cinta
Semua Karena Cinta
Adalah
cintaku…
Jeritan
yang tak pernah kau dengar, sentuhan yang tak pernah kau rasa……
Aku…
aku yang dalam diamku, memendam sebuah perasaan yang selama ini mengguncang
hatiku. Aku terguncang akan rasa yang menggebu, ingin memilikimu. Aku tak
pernah tahu kapan rasa ini singgah dan akan pergi nanti. Aku terguncang bahkan
sulit untuk berfikir jernih dalam kemarahan mencintaimu. Amarah yang menyakiti
batin, aku tak bisa meluapkannya walau rasa ingin sekali menumpahkan segala
amarah dan kesal dalam kehampaan. Aku terguncang, fikiranku entah kemana-mana.
Ini selalu terjadi saat aku melihatmu bersama wanita lain.
Sulit untuk kuterima namun ini adalah
kenyataan. Kau telah memiliki kekasih, wanita beruntung yang telah berhasil
memiliki dirimu juga cintamu. Aku sadar dalam kesendirian ini aku tak pantas
mengharapkanmu lagi. Lalu ketika aku cemburu, itu sangatlah tak pantas
kulakukan. Apa hak ku? Aku hanya teman baikmu dan tak lebih dari itu. Aku tak
berhak cemburu ketika melihat kau bercanda dengan wanita lain. Namun aku tak
bisa bohong, aku tak bisa mengelak kalau aku cemburu sangat cemburu. Kau tak
tahu rasanya memendam cinta, amarah, dan cemburu. Sakit, bukan fisik namun
batin. Sungguh aku tersiksa akan cinta yang kupendam ini. Aku tak bisa mengungkapkan,
tak ada daya bahkan untuk memendamnya saja aku tak pantas. Logikaku sangat
ingin mengusirmu dalam fikiran yang memenuhi memoriku. Namun hati, sungguh tak
berdaya, aku lemah melawan hati sendiri. Rasa yang bertumbuh sejak lama dihati
mengalahkan akal sehatku untuk menerima kenyataan kau telah dimiliki kekasihmu dan
aku lebih tak menerima kau kan direbut wanita lain, temanku, teman kita, aku
tak menerimanya!
Sejurus aku berfikir bahwa kau tak
pantas membuatku cemburu dengan segala candaanmu bersama wanita lain yang bukan
kekasihmu. Aku yakin kau sengaja lakukan itu dihadapanku yang aku tak tahu apa
maksudmu sebenarnya. Aku yakin kamu mengetahui perasaanku terhadapmu hingga kau
sengaja membuatku cemburu. Apa kau tak sadar dengan kau melakukan itu kau telah
menggoreskan luka yang teramat dalam dihatiku. Aku menangis dalam batin, aku
terluka bahkan hati ini terasa tercabik-cabik akan lakumu yang seolah tak
berdosa itu. Kau sengaja membuat wanita lain tergila-gila padamu, kau jerat
dalam perasaan yang tak karuan yang bisa disebut cinta. Kau ingin aku sakit
mencintaimu? Kau telah memiliki kekasih saja aku sudah merasa sakit, terlebih
sengaja kau membuatku cemburu dihadapanmu.
Dikala itu aku hanya tersenyum, senyum
yang menyimpan banyak luka. Aku berusaha kuat dan tegar dalam menahan rasa
cemburuku agar tak bisa kau lihat. Namun selalu saja usahaku gagal. Aku tak
bisa tersenyum lebar dan ikhlas saat melihat kau tertawa dan tersenyum bersama
wanita lain yang bukan kekasihmu. Mengapa kau buat aku seperti ini, adakah
sedikit rasamu untukku sehingga kau sengaja melakukan itu agar kau bisa melihat
kecemburuanku pertanda aku benar mencintaimu, iya? Kau tega, kau biarkan aku
merintih dalam kesakitan ini. Kau tak boleh melakukan itu. Kita semua adalah
teman, kau teman baikku, dan wanita itu juga teman kita. Hentikan semua ini,
aku tak sanggup lagi menahan tangis ini, tangis dalam kesepian, tangis dalam
kesakitan, tangis yang sulit untuk kuhentikan. Benar, hatiku menangis, menangis
untukmu, untuk cinta dan cemburu yang kupendam.
Aku telah belajar ikhlas untuk
menerima kenyataan bahwa kau memiliki kekasih yang pasti sangat menyayangimu.
Namun aku belum bisa menerimamu yang selalu saja membuatku terbakar api cemburu
saat kau bersama wanita lain. Kau tak usah fikirkan aku, kau fikirkan saja
kekasihmu. Dia akan sangat marah sepertiku. Tidak, dia yang lebih marah dariku.
Percuma kau buat aku cemburu, aku bukan siapa-siapamu, tak usah kau buang waktu
untuk membuatku dalam kesal dan amarah, hentikan sandiwaramu, itu kan percuma.
Disini ku mulai belajar untuk bisa
berfikir jernih, kupanjatkan doa dengan segenap harapku kepada sang Khalik,
kutenangkan fikiranku dengan melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Dan itu
berhasil membuatku tenang dalam jiwa yang tentram. Kuharap dikemudian hari aku
tetap bisa tersenyum tanpa luka dihati, dan bisa menahan gejolak dalam jiwa.
Menahan dan membatasi perasaanku terhadapmu.
Kau…. Teman baikku, aku sayang dan
cinta kepadamu.
Langganan:
Komentar (Atom)