Jumat, 28 November 2014

Cerita: Rara



Rara


….apabila pengeran benar-benar mencintainya,
maka sang pengeran tidak akan pernah menyiakan Rara.


            Berawal dari sebuah kisah cinta yang manis. Siapa yang tidak bahagia bila akhirnya dapat memiliki orang yang dicintai yang telah lama ditunggu-tunggu? Ini adalah sedikit cerita dari perasaan seorang gadis biasa yang selalu menaruh harap kepada pangerannya.
            Sebut saja dia Rara, gadis biasa dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Rara mendapatkan jawaban atas doa-doa rutinnya kepada sang Khalik. Ia bisa bersatu dengan seorang pangeran impiannya yang sangat lama ia tunggu. Entah ada angin apa sang pangeran menyatakan cintanya kepada Rara pada suatu hari yang indah dan tak akan pernah Rara lupakan. Memang sebelumnya mereka saling berhubungan yang dikenal dengan istilah PDKT. Tapi ini tetap saja serasa mimpi bagi Rara. Bagaimana tidak, ketika keputus-asaan menghampiri Rara, sang pangeran datang tiba-tiba dan mengulurkan tangannya. Tentu Rara menyambutnya dengan senang dan erat menggenggam uluran tangan tersebut. Setelah bangkit, ia pun tersadar dalam genggamannya sang pangeran membawa cinta yang khusus diberikan kepada Rara. Hal diluar dugaan Rara setelah ia sempat memutuskan untuk kembali mengubur perasaan terhadap sang pangeran. Belum jauh Rara melangkah, ia memutuskan untuk kembali menggapai harapan yang kini menjadi nyata. Rara pun menjalani hari-hari bahagia bersama pangeran yang sangat dicintainya.
            Tidak bisa dipungkiri dalam setiap hubungan tidak ada yang mulus-mulus saja. Rara mengalami tahap dimana ia tidak asing lagi dengan tahapan tersebut. Mereka memutuskan untuk tetap saling bertahan apapun yang terjadi dalam hubungan mereka, menjalani tahap demi tahap yang harus dilewati. Namun, ada suatu hal yang mengganjal perasaan Rara. Tidak tenang ia memikirkan hal yang tidak penting; kerisauannya. Rara tidak sepenuhnya lupa dengan kejadian-kejadian yang melukaihatinya. Bukan pangeran milik Rara yang membuatnya terluka, namun orang yang tidak pantas mendapatkan cinta dan kepercayaan dari seorang Rara. Karena luka itu Rara dihantui rasa khawatir. Dia selalu bertanya-tanya, salahkah bila ia menaruh cemburu terhadap sang pangeran? Wajar saja, itu manusiawi dan sebagai tanda sayang Rara. Ia bingung ketika cemburu itu datang, ia tidak mampu  mengutarakannya, akhirnya Rara memilih diam. Rara berharap sikap diamnya tidak disalah artikan oleh pangeran tercintanya. Bahkan ketika sang pangeran bersikap cuek Rara sangat sedih meski ia tahu bahwa itu memang sifat dari pangeran yang dicintainya. Tidak mungkin seseorang merasa sangat sedih dan kecewa padahal ia mengetahui bahwa alasannya karena sifat yang telah diterima sejak awal. Kesedihan datang ketika sifat  itu mulai dianggap kebiasaan yang selalu diterima pasangan. Tidak! Rara tidak berfikir seperti itu, Rara merasa sang pangeran sibuk dengan hobinya. Meski sedih, Rara tak pernah protes, ia lebih memilih diam daripada harus mengungkapkan dan pada akhirnya Rara yang salah. Rara tidak ingin melihat pangerannya marah. Dia selalu ingin melihat sang pangeran bahagia bersamanya meski ia harus memendam kesedihannya sendiri. Rara beranggapan bahwa apabila pengeran benar-benar mencintainya, maka sang pengeran tidak akan pernah menyiakan Rara. Rara selalu berusaha mengerti atas segala sikap dan sifat pangerannya. Ia hanya inginkan bahagia bersama sang pangeran dan berharap sang pangeran tidak akan pernah melukai hatinya dan membuat luka lama Rara bertambah. Rara mencintai pangerannya dengan tulus dan memberi kepercayaan sebagaimana mestinya. Rara berharap pangerannya akan terus menjadi pangeran miliknya dan membuatnya menjadi seorang putri istimewa bagi pangerannya.
            Sempat terlintas dipikiran Rara, bahwa sekarang ada yang berubah dari dirinya. Dia tidak seperti dulu lagi yang memiliki kadar cemburuan yang tidak setinggi sekarang. Terkadang Rara merasa bahwa dirinya telah salah memberi kepercayaannya dulu. Sekarang Rara jadi susah sendiri, orang yang pantas diberi kepercayaan sangat utuh malah suka ia cemburui. Sedangkan orang yang tak pantas sama sekali mendapat kepercayaan dari Rara malah ia beri kepercayaan yang utuh dan akhirnya menyakiti Rara karena kepolosan Rara yang tidak bisa membedakan mana pengkhianat dan mana yang tulus. Rara menjadi sedih sendiri, Rara ingin mengembalikan dirinya yang dulu. Rara ingin sang pangeran juga berhak mendapatkan sifat Rara yang dulu. Rara pun sempat berfikir mengapa tidak dari dulu saja ia mengenal pangerannya sebelum ia bertemu pengkhianat cinta. Itulah kehidupan, kita tidak bisa semaunya dalam menentukan takdir dan jalan kehidupan sendiri. Inilah takdir yang mutlak dari-Nya dan harus ikhlas diterima dan dijalani.
            Rara sangat mencintai pangerannya, ia ingin menjadi yang terakhir untuk sang pangeran. Meski ia sadar bahawa ia gadis yang biasa saja, namun ia memiliki cinta yang tulus untuk sang pangeran. Ia berharap sang pangeran pun begitu. Walau terkadang ia merasa tak pantas untuk sang pangeran, namun ia selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk sang pangerannya. Ia berharap sang pangeran dapat menghargai perasaannya, tak pernah melukai hatinya, dan tulus mencintai serta menyayangi dirinya. Meski terkadang sikap cuek sang pangeran yang sekarang bisa ia sebut acuh tak acuh terhadap dirinya membuat ia sedih, ia tetap berharap sang pangeran mengerti akan dirinya dan lebih mengutamakannya daripada hobinya. Jika itu tetap tidak bisa Rara dapatkan, ia harus lebih bersabar lagi dan terus memupuk cintanya kepada sang pangeran yang tidak ingin ia kecewakan. Rara selalu berharap cintanya juga cinta sang pangeran terus bertumbuh dan selalu berkembang hingga waktu terindah itu tiba. Waktu dimana Rara dan pangerannya mengikat janji suci dan berjanji untuk sehidup semati akan terus bersama dan taat kepada-Nya. Saat itu pula pangeran menjadikan Rara sebagai satu-satunya permaisuri hatinya untuk selama-lamanya. Aamiin..

Waktu



Waktu

Waktu tak pernah berbohong, ia selalu jujur tentang apa yang akan dilalui.
Waktu selalu menjawab takdir yang telah ditentukan-Nya.
Kini, waktu berpihak padaku. Ia perwakilan jawaban doaku pada-Nya. Meski lama, namun waktu tak pernah ingkar, ia telah menjawab kesangsianku.
Kini, waktuku telah tiba dan telah kujalani bahagia bersama seseorang yang merupakan jawaban atas doa-doaku.
Kelak waktu juga yang akan memberi jawaban apakah aku benar ditakdirkan bersama orang yang kucinta yang namanya tak pernah absen dari doaku.
Aku pun terus berdoa dan berusaha bersahabat dengan waktu, bersabar akan takdir-Nya.


“Waktu tak pernah berbohong.
Waktu tak pernah ingkar.
Cepat atau lambat, waktu kan berbicara tentang kebenaran…”
(D.A. : 9 Agustus 2014)